Minggu, 04 April 2010

Orientalisme dan Kajian Islam: Dari Zaman Perang Salib Hingga Era Benturan Peradaban

Oleh: Ahmad Baidlowi, Ahmad Muttaqin, Sofia Rosdanila Andri, dan Faizah Auia Nurdin

A. Pendahuluan
Di Barat memang sudah lama muncul para ilmuwan yang memberikan perhatian terhadap Islam. Mereka ini disebut Kaum Orientalis. Diantara mereka (orang-orang Barat yang mendalami Islam itu) ada yang dengan jujur menunjukkkan kebenaran Islam, tetapi tidak sedikit diantara mereka yang karena fanatik dan dendam akibat perang Salib, berusaha mencari-cari kelemahan dan keburukan dalam Islam untuk mengaburkan dan merusak akidah kaum Muslimin.

B. Perang Salib
Tahun 986 M, Daulah Fathimiah (909-1171 M) terbentuk di Tunisia, dan menguasai wilayah Mesir dari tangan Daulah Abbasiyah. Selanjutnya Daulah Fathimiah menguasai Palestina dan Syria. Sementara itu Yerussalem dikuasai Umat Islam tahun 636 M, tetap merupakan kota suci bagi tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam yang selalu berziarah ke kota tersebut.
Sejak kota Yerussalem berada di bawah kekuasaan Daulah Fathimiah berlaku tekanan terhadap orang-orang Kristen yang berziarah. Kasus itulah yang dijadikan pembangkit dendam lama yang oleh Paus Urbanus II Vatikan (1088-1099 M), dijadikan pembakar kemarahan orang-orang dan raja-raja Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci (Holy War) untuk merebut Yerussalem dari tangan Muslimin. Itulah yang dimaksud dengan “Perang Salib” yang berlangsung selama dua abad dan penyerbuan delapan kali angkatan salib. Pasca Perang Salib inilah maraknya orientalisme.
Untuk mengetahui latar belakang sejarah timbulnya orientalisme di Barat yang mayoritasnya pemeluk agama Masehi, kita harus mengenal lebih dahulu sikap Barat terhadap Islam pada abad pertengahan dan era kebangkitan (Renaissance).
Sikap orang Barat terhadap Islam pada abad petengahan adalah sikap orang yang kagum bercampur perasaan hormat dan segan terhadap kekauatan Islam serta peradabannya. Perasaan takut menyelubungi mereka sepanjang abad pertengahan itu. Mereka menganggap Islam sebagai bahaya hakiki bagi Eropa, baik akidah, peradaban, serta kekuatan militer.
Sejak awal abad I Hijriah, kekuatan Islam benar-benar telah mencapai kesempurnaan dan menyeluruh, meliputi kekuatan politik, militer, pendidikan, kebudayaan, dan kerohanian. Keadaan itu masih terus berkembang hingga abad III Hijriah, umat Islam telah menaklukkan berbagai Negeri-Negeri tadi yang dahulunya berada di bawah kekuasaan imperium Romawi pemeluk Masehi. Antara lain Syam (Syria), Mesir, Maghrib (Maroko), Spanyol, dan sebagian wilayah Prancis.
Penaklukan itu tidak hanya berupa penaklukan militer, tetapi meliputi pula penaklukan akidah dan peradaban. Hal ini terbukti dengan banyaknya kaum Masehi yang memeluk Islam, yang dirasakan kaum Masehi banyak kehilangan penganut berpindah memeluk agama Islam, khususnya di wilayah Imperium Romawi.
Bangsa Eropa menyaksikan perkembangan Islam ini, sementara mereka masih dalam keadaan bodoh dan terbelakang. Bahkan disebutkan oleh sejarawan Eropa, Gibbon: “masa itu merupakan masa yang paling buruk yang dialami bangsa Eropa sepanjang sejarahnya.”
Rasa takut terhadap Islam karena ketidaktahuan dan rasa dengki yang telah menyelimuti bangsa Eropa di abad pertengahan, sehingga terbentuklah gambaran yang tidak baik tentang Islam dalam benak mereka. Keadaan it terus berkesinambungan hingga dewasa ini. Bahkan penggambaran itu jauh lebih menyeramkan, dan dijadikan sebagai senjata kaum orientalis lebih memacu gerakannya, yang dibantu oleh media masa Barat hingga kini.
Gambaran yang salah ini sebagai tonggak awal munculnya gerakan orientalisme. Para orientalis bahu-membahu menyimpangkan bentuk Islam dari potret yang sebenarnya, baik langsung ataupun tidak. Hal ini digambarkan oleh seorang orientalis Montgomery Watt mengatakan: “Sesungguhnya ajaran akidah Islam terdiri atas bentuk penyimpangan dari ajaran Kristen. Islam adalah sebuah agama yang ganas dan tersebar melalui perang. Agama Islam mengajak manusia agar menyibukkan diri dalam dunia nafsu, terutama nafsu seksual. Dalam pribadi Muhammad sendiri terdapat kelemahan akhlak (maksudnya dalam mengahadapi kaum wanita dimana beliau banyak menikahi kaum wanita). Berarti Muhammad adalah seorang pendiri agama yang menyimpang. Oleh karena itu, hendaklah dijadikan prinsip bahwa Muhammad merupakan senjata atau tangan kanannya setan. Bahkan bangsa Eropa pemeluk Masehi pada abad pertengahan menamakannya setan.”

C. Motivasi Orientalis Mengkaji Islam
Mengapa Barat tertarik mengkaji Timur dan Islam, latar belakang sejarahnya panjang dan kompleks.
1. Motif Keagamaan, Barat yang di satu sisi mewakili Kristen memandang Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrin-doktrinya. Islam yang misinya menyempurnakan millah sebelumnya tentu banyak melontarkan koreksi terhadap agama itu. Itulah makanya Islam dianggap sebagai “menabur angin” dan lalu “menuai badai” perseteruan dengan Kristen.
Perang Salib telah telah memberikan bekas kepahitan yang sangat mendalam pada orang-orang Eropa. Dari sini timbullah gerakan reformasi Kristen, sehingga umat Kristen merasakan suatu kebutuhan mendesak untuk melihat kembali mekihat penafsiran mereka terhadap al-Kitab; dan untuk memahaminya sesuai dengan perkembangan baru yamg dilancarkan oleh kaum reformis. Tujuan mereka (kaum orientalis) mempelajari Islam bukan untuk dijadikan pedoman hidup, melainkan untuk diketahui kelemahan-kelemahan yang nantinya diharapkan dijadikan dasar dalam rangka kegiatan kristenisasi.
2. Motivasi Imperial, Perang Salib berakhir dengan kekalahan beruntun angkatan-angkatan Salib yang sangat menyakitkan umat Kristen (tampaknya perang religi, namun hakikatnya adalah perang imperial). Walaupun berada di pihak yang kalah, justru orang-orang Barat berusaha keras untuk menguasai Negara-Negara Islam. Untuk itulah mereka lebih tekun mempelajari Islam dan umatnya, baik di bidang akidah, tradisi, akhlak, serta kekayaannya. Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui titik-titik kekuatan untuk kemudian dilemahkan, serta titik-titik kelemahannya untuk dihancurkan.
3. Motivasi Ekonomi dan Perdagangan, diantara motivasi barat mengkaji Islam ( dunia Timur) adalah dalam rangka menerobos pasar perdagangan di dunia Timur. Mereka bekerjasama dengan dunia Timur untuk membuka pasar-pasar, menggali sumber-sumber alam, pertambangan, dan lain-lain. Mereka kemudian mendirikan pabrik-pabrik di wilayah Timur, tetapi belakangan mereka berusaha membunuh/mematikan kegiatan produksi dan lalu lintas perdagangan yang dikuasai oleh orang-orang Timur (Islam), sehingga lambat laun usaha-usaha yang dimiliki oleh orang-orang Timur mengalami kemunduran, dan sebaliknya milik orang-orang Barat (orientalis dan imperialis) yang mengalami kemajuan pesat.
4. Motivasi Politis, motiasi seperti ini semakin jelas warnanya di abad modern ini, terutama setelah mereka berhasil menguasai sebagian besar Negara-Negara Islam. Di setiap kedutaan (perwakilan diplomatik) Negara-Negara Barat di dunia Islam selalu terdapat atau ditempatkan pakar kebudayaan yang menguasai bahasa Arab, sehingga dengan mudah menghubungi para cendikiawan, politikus, dan para wartawan untuk lebih memahami pemahaman yang berkembang, selain untuk memperkanalkan dan menanamkan strategi politis yang dikehendaki dunia Barat.
5. Motivasi Ilmiah, peradaban Islam pernah mencapai puncak kemajuan di dua kota besar Islam, yaitu di Baghdad dan Andalusia, dari kedua kota besar inilah kemudian berpengaruh pada kota-kota di sekitarnya. Pada masa jaya-jayanya tersebut, banyaklah bangsa Eropa yang berduyun-duyun menuntut ilmu di sekolah Islam. Mereka melihat kemajuan dan perkembangan peradaban dunia Islam.
Persinggungan antara Eropa dan Timur yang memiliki berbagai macam kultur menarik perhatian orientalis untuk mengkajinya. Adat istiadat yang berbeda dengan dengan yang selama ini mereka kenal (bahasa, tradisi, kepercayaan, dan lain-lain), semakin menarik mereka untuk mengkajinya. Dari persinggungan ini akhirnya sampai kepada Islam yang pada gilirannya mengalami akulturasi dengan budaya setempat di samping budaya pendatang (Barat). Akulturasi ini sengaja dikehendaki Barat dalam kerangka untuk membunuh peradaban lokal (Islam), mengontrol kebudayaan lain serta membangun image bahwa Barat adalah satu-satunya contoh kemajuan peradaban.