Senin, 29 Maret 2010

ORIENTALISME: Pengantar, Perkembangan, dan Polemik

Oleh: Pipit Aidul Fitri, M. Munawwar, Suryadi, Zaenal M,Ratnawati. (Kel.1/TH/VI/A)

PENGERTIAN
Menurut Longman Dictionary of English Language: “Orientalisme barasal dari kata orient yang berarti timur, sebagai lawan dari occident yang berarti barat”. Dengan demikian, orientalisme adalah hal-hal yang berhubungan dengan ketimuran, dan secara khusus orientalis adalah scholarship or learning in oriental subject, kesarjanaan atau pengkajian dalam bidang-bidang kajian ketimuran.
H.M. Joesoef Sou’yb “orientalisme yang secara harfiyah berarti timur dan secara geografis berarti dunia belahan timur, dan secara etnologis berarti bangsa-bangsa di timur. Oriental adalah sebuah kata sifat yang berarti hal-hal yang bersifat timur, yang sangat luas ruang lingkupnnya”. Suku kata isme (belanda) atau ism (inggris) menunjukkan pengertian tentang suatu faham. Jadi, orientalisme berarti suatu faham atau aliran, yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengn bangsa-bangsa di timur beserta lingkungannya.
Menurut Ali Husni al-Kharbaouly: kata orientalisme diambil dari akar kata Syarq (timur) yang artinya tempat terbitnya matahari, jadi kata orientalisme adalah ilmu tentang timur atau Ilmu pengetahuan tentang dunia timur.
Menurut pfof. Tk. H. Ismail Jakub, S.H, M.A. “orientalisme terdiri atas perkataan oriental dan isme. Oriental artinya bersifat timur dan isme artinya kata penyambung yang menunjukkan sesuatu faham, ajaran, cita-cita, cara, system, atau sikap. Maka orientalisme dapat diartikan ajaran dan faham yang bersifat timur tegasnya tentang soal-soal timur.
Menurut A. Muin Umar orientalis berasa dari kata orient dan isme, orient artinya timur dan isme artinya faham. Di dalam orientalisnme apabila kita menyebut orien artinya semua wilayah yang terbentang dari timur dekat sampai ke timur jauh dan juga Negara-negara yang berbeda yang berada dui daerah afrika utara dan tengah.
Menurut Abdul Haq Adnan Adivar orientalis adalah suatu pengertian yang lengkap dimana dikumpulkan pengetahuan yang berasal dari sumbernya yang asli yang berkenaan dengan bahassa, agma, kebudayaan, sejarah, ilmu bumi,etnografi, kesusastraan, dan kesenian yang berada di timur.
Menurut Abdul Muni’m Moh Hasanain orientaisme dalam bahasa arab adalah al-Istisraq, masdar dari fiil istasyarqa arinya mengarah ke timur dan memakai pakaian masyarakatnya.
Menurut A Hanafi, orientalisme barasal dari kata-kata prancis, orient yang berarti timu, kata tersebut berarti ilmu yang berhubungan dengan dunia timur. Orang-orang yang mempelajari atau mendalami ilmu-ilmu tersebut orientalis atau ahli ketimuran.
Menurut Edward W. Said, orientalisme ialah suatu cara untuk memahami Dunia Timur berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia Barat Eropa. Definisi ini merupakan definisi awal yang diberikan Edward Said, dimana ia akan memberikan beberapa definisi lain sesuai dengan konteks dan perkembangannya.
Selanjutnya Edward Said memberikan definisi lain terhadap orientalisme dalam arti yang lebih umum, yakni orientalisme adalah suatu gaya berpikir yang berdasarkan pada pembedaan ontologis dan epistemologis yang dibuat antara Timur (the Orient) dan (hampir selalu) Barat (the Ocident).
Orientalisme ialah sesuatu yang didefinisikan secara lebih historis dan material daripada kedua arti yang telah diberikan sebelumnya. Definisi ketiga Edward Said ini menunjukan pergeseran konteks orientalisme, karena pada akhir abad kedelapan belas telah terjadi arus lalu lintas yang besar, yang cukup teratur.


PERKEMBANGAN ORIENTALISME
Menurut Hamid Fahmy Zarkasyi, perkembangan orientalisme dapat dibagi kedalam empat fase.
Fase pertama dimulai pada abad keenam belas. Pada fase ini orientalisme dapat dikatakan sebagai symbol gerakan anti islam yang dimotori oleh Yahudi dan Kristen, dimana Perang Salib menjadi titik pangkalnya.
Fase kedua orientalisme terjadi pada abad ketujuh belas dan delapan belas. Fase ini adalah fase penting orientalisme, sebab ia merupakan gerakan yang bersamaan dengan modernisasi Barat. Barat berkepaentingan menimba ilmu bagaimana Islam bias menjadi peradaban yang handal selama tujuh abad. Pada periode inilah raja-raja dan ratu-ratu Eropa sepakat untuk mendukung pengumpulan segala macam informasi tentang ketimuran.
Fase ketiga orientalisme adalah abad kesembilan belas dan seperempat pertama abad kedua puluh. Fase ini adalah fase orientalisme terpenting bagi Muslim maupun orientalisme sendiri. Sebab pada fase ini Barat menguasai Islam secara politis, militer, cultural dan ekonomi. Pada fase ini banyak orientalis yang menyumbangkan karya dalam bidang studi islam.
Fase keempat orientalisme ditandai dengan adanya Perang Dunia II. Khusus di Amerika, Islam dan ummat islam menjadi objek kajian islam yang popular. Kajian itu bukan saja dilakukuan untuk kajian akademis, tapi juga untuk kepentingan perancang kebijakan politik dan bisnis.
Pada mulanya, Barat—selanjutnya disebut dengan orientalis dalam pembahasan ini—memandang Timur—yang selanjutnya disebut orientalisme—sebagai tempat koloni-koloni yang terbesar, terkaya dan tertua, sumber peradaban dan bahasa, saingan budaya dan dunia yang lain. Implikasi dari hal ini, Timur telah membantu mendefinisikan Barat sebagai imajai, idea, kepribadian dan pengalaman yang berlawanan dengannya.
Pasca Renaissans, orientalis mampu mengatur—bahkan menciptakan—orientalisme secara politis, sosiologis, militer, idiologis, saintifik dan imajinatif. Ini semua tentu didasari dengan kerangka metodologis yang tepat dan telah diperhitungkan.
Orientalisme bersumber dari kedekatan khusus yang dialami oleh Inggris dan Prancis dengan dunia Timur, yang sebelum awal abad kesembilan belas hanya meliputi India dan negara-negara jajahan Barat lainnya. Semenjak awal abad kesembilan belas hingga akhir Perang Dunia II, Inggris dan prancis mendominasi Timur dan orientalisme. Sesudah akhir Perang Dunia II, dominasi diambil alih oleh Amerika yang melakukan pendekatan terhadap dunia Timur sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Inggris dan Prancis dahulu.


POLEMIK
Orientalisme tidak bisa bertahan hidup dengan keadaan seperti dahulunya, namun ia terus hidup secara akademis melalui doktrin-doktrin dan tesis-tesisnya tentang dunia Timur dan ketimuran.
Karena orientalisme, dunia Timur dahulu (dan juga sekarang) bukan objek pemikiran atau tindakan yang bebas. Ini tidak berarti bahwa orientalisme secara sepihak menentukan apa yang dapat dikatakan tentang dunia Timur, tetapi ia berarti bahwa orientalisme merupakan keseluruhan jaringan kepentingan-kepentingan yang secara tak terhindarkan dikaitkan dengan entitas dunia Timur yang menjadi pokok perbincangan. Implikasi dari hal tersebut, budaya Barat memperoleh kekuatan dan identitasnya dengan cara menyandarkan dirinya kepada dunia Timur sebagai diri yang tersembunyi.
Dunia Timur pada dasarnya hanyalah suatu ide, atau sebuah produk pemikiran khayali yang tak memiliki realita. Disraeli (seorang orientalis) menyatakan dalam novelnya Tranced bahwa Timur adalah sebuah karir yang hebat. Maksud pernyataan ini perlu ditafsirkan secara tepat. Apakah yang dimaksud Disraeli itu ungkapan yang terkenal dengan 3G (Gold, Gloly, Gospel) dengan mengacu kepada aspek sejarah, atau ide-ide tentang dunia Timur tanpa memandang ada atau tidak adanya kesesuaian dengan dunia Timur yang sebenarnya.
Meyakini bahwa Timur adalah diciptakan dan meyakini bahwa hal-hal seperti itu semata-mata terjadi karena kebutuhan imajinasi adalah sikap yang tidak jujur. Hubungan Barat dan Timur adalah hubungan kekuatan, dominasi, hubungan berbagai derajat hegemoni yang kompleks.
Orientalisme tidak lebih daripada struktur kebohongan-kebohongan yang sengaja diciptakan. Orientalisme lebih bermanfaat sebagai suatu tanda kekuasaan dunia Barat atas dunia Timur daripada sebagai wacana murni mengenai Timur. Kekuatan wacana orientalisme sangat terpadu, kaitannya sangat erat dengan pranata-pranata sosial, ekonomi dan politik. Karenanya, orientalisme bukanlam fantasai kosong dunia barat terhadap Dunia Timur, melainkan suatu sosok teori dan praktek yang sengaja diciptakan.
Orientalisme tidak pernah jauh dari apa yang dinamakan Denys hay sebagai gagasan Eropa, suatu pikiran kolektif yang mengidentifikasikan “kita” orang-orang Eropa sebagai yang berbeda dari “mereka” orang-orang non-Eropa, dan sungguh kita dapat berargumentasi bahwa unsur utama dalam budaya Eropa persisnya adalah apa yang menjadikan budaya tersebut berkuasa baik di Eropa maupun diluar Eropa: gagasan identitas Eropa sebagai identitas yang lebih unggul dibandingkan dengan semua bangsa dan budaya non-Eropa. Sebagai tambahan, terdapat hegemoni gagasan Eropa mengenai dunia Timur yang mengulangi pernyataan mengenai keunggulan Eropa atas keterbelakangan Timur, yang pada umumnya penutup peluang adanya pandangan-pandangan yang berbeda mengenai masalah ini dari para pemikir yang lebih independen atau lebih skeptis.


REFERENSI
Buchari, A. Mannan, Menyingkap Tabir Orientalisme, Jakarta: Amzah, 2006.
Said, Edward W., Orientalisme, Bandung: Pustaka, 1985.
Zarkasyi, Hamid Fahmy, Mengkritisi Kajian Islam Orientalisme, Jakarta: INSIST, 2006.

4 komentar:

  1. Menurut Dr. Muthabaqani, pakar orientalisme dari Fakultas Dakwah Universitas Imam Muhammad Ibnu Sa’ud Madinah, istilah orientalisme mulai muncul sejak dua abad yang lalu [abad ke-18 M], meski aktivitas kajian bahasa dan sastra ketimuran (khususnya Islam) telah terjadi jauh sebelumnya.
    Muthabaqani menyatakan bahwa istilah orientalis muncul lebih dulu daripada istilah orientalisme. Adapun orang-orang yang menggunakan istilah ini adalah sebagai berikut:
    1. A.J. Arberry (1905-1969) dalam kajiannya menyebutkan istilah orientalis muncul tahun 1638, yang digunakan oleh seorang anggota gereja Timur (Yunani).
    2. Pada tahun 1691, istilah orientalis digunakan oleh Anthony Wood untuk menyebut Samuel Clarke sebagai “orientalis yang cerdas”, karena mengetahui beberapa bahasa Timur. (Muthabaqani, Al-Istisyraq, hal. 2-3).
    3. Menurut Rudi Paret (orientalis Jerman, lahir 1901) orientalisme adalah “ilmu ketimuran (‘ilmu al-syarq) atau ilmu tentang dunia timur (‘ilmu al-‘alam al-syarqiy).” Sementara A.J. Arberry menggunakan Kamus Oxford untuk mendefinisikan orientalis, yaitu “orang yang mendalami berbagai bahasa dan sastra dunia timur.” (Muthabaqani, Al-Istisyraq, hal.3).
    4. Maxime Rodinson (orientalis Perancis, lahir 1915) menerangkan bahwa istilah orientalisme muncul dalam bahasa Perancis tahun 1799 dan dalam bahasa Inggris tahun 1838. Orientalisme ini, menurut Rodinson, lahir untuk memenuhi kebutuhan “mewujudkan satu cabang pengetahuan khusus untuk mengkaji dunia timur.” Rodinson menambahkan bahwa kebutuhan ini amat mendesak, agar terwujud orang-orang spesialis yang siap untuk menerbitkan berbagai majalah, mendirikan berbagai universitas, dan berbagai departemen ilmiah.” (Muthabaqani, Al-Istisyraq, hal.3).
    5. Edward Sa`id dalam bukunya Orientalism (New York : Vintage Books, 1979). Edward Sa`id dalam Orientalism hal. 92 menyatakan,”Orientalisme adalah bidang pengetahuan atau ilmu yang mengantarkan pada [pemahaman] dunia timur secara sistematis sebagai suatu objek yang dapat dipelajari, diungkap, dan diaplikasikan.” (Muthabaqani, ibid., h.4).
    Termasuk juga dalam orientalisme, kata Muthabaqani, adalah : (1) segala sesuatu yang disebarluaskan oleh media massa Barat baik dengan bahasa mereka maupun bahasa Arab, melalui koran, radio, televisi, film, kartun, dan saluran-saluran luar angkasa, yang menyangkut Islam dan kaum muslimin; (2) segala sesuatu yang ditetapkan oleh para peneliti dan politisi Barat dalam berbagai konferensi dan seminar mereka, baik yang terbuka maupun yang rahasia; (3) segala sesuatu yang ditulis oleh orang Arab Kristen, seperti kaum Maronit, yang memandang Islam dengan kacamata Barat; (4) segala sesuatu yang disebarluaskan oleh para peneliti muslim, yang belajar kepada para orientalis dan mengadopsi banyak pikiran kaum orientalis, hingga sebagian murid orientalis itu bahkan melampaui guru-gurunya dalam hal penggunaan teknik dan metode yang lazim dalam orientalisme. (Muthabaqani, ibid., h.4).
    Namun meski sering terkait dengan Islam dan kaum muslimin, Muthabaqani segera menambahkan, orientalisme tetap mengkaji bangsa-bangsa timur secara umum, seperti bangsa India, Asia Timur, Cina, Jepang dan Korea. Jadi, orientalisme memang tidak hanya mengkaji Islam dan kaum muslimin.
    Yang menarik dari definisi orientalisme Muthabaqani di atas, beliau memasukkan karya intelektual muslim yang dipengaruhi oleh orientalis, sebagai kegiatan orientalisme. Karena itu, Fazlurahman boleh juga disebut seorang orientalis, karena dia mengadopsi pikiran Joseph Schahcht tentang sejarah hukum Islam. Harun Nasution, juga seorang orientalis, karena memandang sunnah (hadits) dengan cara pandang orientalis, seperti Schacht dan Ignaz Goldziher. Nurcholish Madjid (murid Fazlurahman) juga tiada lain seorang orientalis, karena banyak mengadopsi pikiran sekuler dari Harvey Cox dalam bukunya The Secular City (1967). Walhasil, Luthfi Asy-Syaukanie juga hakikatnya seorang orientalis, karena banyak mengadopsi ide kaum orientalis seperti Arthur Jeffrey, Theodore Noldeke, dan Joseph Schacht.

    BalasHapus
  2. ORIENTALISME
    Dalam Majalah pemikiran dan peradaban islam, ISLAMIA dikatakan bahwa, kajian tentang timur (orient) temasuk tentang Islam, yang dilakukan oleh orang Barat setelah bermula sejak berberapa abad yang lalu. Namun gerakan pengkajian ketimuran ini diberi nama orientalisme baru di abad ke 18.
    Beberapa latar belakang Barat tertarik mengkaji Timur dan Islam khususnya.
    A. Motif keagamaan.
    Barat yang disatu sisi mewakili Kristen memandang Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrin-doktrinnya. Sebagaimana akan kami jelaskan pada bagian tugas 2.

    B. Motif politik
    Islam bagi barat adalah peadaban yang dimasa lalu telah tersebar dan menguasai peradaban dunia dengan begitu cepat. Barat sebagai peradaban yang baru bangkit dari kegelapan melihat Islam sebagai ancaman langsung yang besar bagi kekuasaan politik dan agama mereka. Motif politik ini kemudian berkembang menjadi motif bisnis atau perdagangan yang kemudian menjadi kolonialisme.
    Kajian orientalis merupakan hasil dari pengalaman panjang manusia Barat dalam menghadapi Timur, khususnya Islam. Kalau diteliti secara serius orientalisme bias dibagi empat fase penting.
    1. Fase pertama, dimulai pada abad keenambelas (abad 16) Masehi. Pada fase ini orientalisme dapat dikatakan sebagai symbol gerakan anti-Islam yang dimotori oleh Yahudi dan Kristen. Sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu kekalahan bangsa Eropa Kristen dalam perang saib juga memicu semangat anti-Islam ini.
    2. Fase kedua, orientalisme terjadi pada abad ke 17 dan 18 M. fase kedua ini adalah fase penting orientalisme, sebab ia merupaka gerakan yang bersamaan dan modernisasi barat. Barat berkepentingan menimba ilmu bagaiman Islam bias menjadi perdaban yang handal selama 7 abad. Meskipun barat# memerlukan Islam, tapi api perseteruan masih tetap membara. Maka dari itu, selain mengumpulkan infformasi tentang Timur mereka juga menyebarkan informasi negative tentang Timur kepada masyarakat Barat.
    3. Fasae ketiga, orientalisme adalah abad ke 19 dan sepermpat pertama abad ke 20. Fase ini adalah fase orientalisme terpenting baik bagi Muslim maupun bagi orientalis s sendiri. Sebab pada fase ini barat telah benar-benar menguasai Negara-negara Islam secara politik, militer, cultural dan ekonomi. Namun para orientalis di zaman modern yang dianggap telah memiliki p;engerahuan Islam yang telarig lebih banyak, masih saja bersikap negarif dengan cara yang lebih akademi. Yang jelas, mereka tidak akan mengekpose msiis yang dibawaNabi, dan menjejlaskan nilai-nilai universal Islam yang disumbangkan kep0pa dadunia.
    4. Fase keempat, orientalisme ditandai dengan adanya perang Dunia ke II. Khusus di Amerika Islam dan ummat Islam menjadi kajian yang popular. Kajian itu bukan saja dilakukan untuk kepentingan akademis, tapi juga untuk kepentingan perancang kebijakan plitik dan juga bisnis.
    Dari fase ke fase yang lain, orientalisme berubah dari sentiment keagamaan yang vulgar menjadi lebih lembut. Bahkan kajian Edward said yang tidak kalah ilmiyahnya melahirkan kesimpulan bahwa apa saja yang dikatakan oelh orang Eropa tentang ATimur tetgap sjaa rasial, imperialis dan etnocentris. Sebab, barat memamndang Timur dengan rasa superioritas yang tinggi.

    C. Beberapa permasalahan yang disorot oleh orientalis.
    1. Problematika keotentikan al-Quran dan Hadits. Sebagaimana yang mereka alami di kitab suci mereka
    2. Teologi Islam. Sementara barat merasa bahwa cikal bakal filsafat adalah bangsa barat. Sehingga teologi islam dalam pandangna mereka adalah lanjutan atau p0engaruh dari perkembangan teologi Kristen.

    BalasHapus
  3. PENGERTIAN
    Menurut Longman Dictionary of English Language: “Orientalisme barasal dari kata orient yang berarti timur, sebagai lawan dari occident yang berarti barat”. Dengan demikian, orientalisme adalah hal-hal yang berhubungan dengan ketimuran, dan secara khusus orientalis adalah scholarship or learning in oriental subject, kesarjanaan atau pengkajian dalam bidang-bidang kajian ketimuran. Menurut Ali Husni al-Kharbaouly: kata orientalisme diambil dari akar kata Syarq (timur) yang artinya tempat terbitnya matahari, jadi kata orientalisme adalah ilmu tentang timur atau Ilmu pengetahuan tentang dunia timur. Menurut A Hanafi, orientalisme barasal dari kata-kata prancis, orient yang berarti timu, kata tersebut berarti ilmu yang berhubungan dengan dunia timur. Orang-orang yang mempelajari atau mendalami ilmu-ilmu tersebut orientalis atau ahli ketimuran.
    Menurut Edward W. Said, orientalisme ialah suatu cara untuk memahami Dunia Timur berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia Barat Eropa. Definisi ini merupakan definisi awal yang diberikan Edward Said, dimana ia akan memberikan beberapa definisi lain sesuai dengan konteks dan perkembangannya.POLEMIK
    Orientalisme tidak bisa bertahan hidup dengan keadaan seperti dahulunya, namun ia terus hidup secara akademis melalui doktrin-doktrin dan tesis-tesisnya tentang dunia Timur dan ketimuran.
    Karena orientalisme, dunia Timur dahulu (dan juga sekarang) bukan objek pemikiran atau tindakan yang bebas. Ini tidak berarti bahwa orientalisme secara sepihak menentukan apa yang dapat dikatakan tentang dunia Timur, tetapi ia berarti bahwa orientalisme merupakan keseluruhan jaringan kepentingan-kepentingan yang secara tak terhindarkan dikaitkan dengan entitas dunia Timur yang menjadi pokok perbincangan. Disraeli (seorang orientalis) menyatakan dalam novelnya Tranced bahwa Timur adalah sebuah karir yang hebat. Maksud pernyataan ini perlu ditafsirkan secara tepat. Apakah yang dimaksud Disraeli itu ungkapan yang terkenal dengan 3G (Gold, Gloly, Gospel) dengan mengacu kepada aspek sejarah, atau ide-ide tentang dunia Timur tanpa memandang ada atau tidak adanya kesesuaian dengan dunia Timur yang sebenarnya.Orientalisme tidak lebih daripada struktur kebohongan-kebohongan yang sengaja diciptakan. Orientalisme lebih bermanfaat sebagai suatu tanda kekuasaan dunia Barat atas dunia Timur daripada sebagai wacana murni mengenai Timur. Kekuatan wacana orientalisme sangat terpadu, kaitannya sangat erat dengan pranata-pranata sosial, ekonomi dan politik. Sebagai tambahan, terdapat hegemoni gagasan Eropa mengenai dunia Timur yang mengulangi pernyataan mengenai keunggulan Eropa atas keterbelakangan Timur, yang pada umumnya penutup peluang adanya pandangan-pandangan yang berbeda mengenai masalah ini dari para pemikir yang lebih independen atau lebih skeptis.

    BalasHapus
  4. nama: neneng komalawati
    nim: 106034001247

    orientalisme:historis dan metodologis
    A.Historis.
    Menurut Goldzhiher, dari sekian banyak hadis yang ada, sebagian besarnya untuk tidak mengatakan seluruhnya tidak dapat dijamin keasliannya atau palsu. Dan karena itu, ia (hadis) tidak dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai sejarahawal Islam. Menurutnya (Goldzhiher) hadis merupakan refleksi interaksi dan konflik pelbagai aliran dan kecenderungan yang muncul kemudian dikalangan masyarakat muslim pada periode kematangannya, ketimbang sebagai dokumen sejarah awal perkembangan Islam.
    Setelah Goldzhiher, muncul David Samuel Margollioth yang turut meragukan otentisitas hadis. Terinspirasi oleh pandangan Goldzhiher, ia mengatakan bahwa hadis adalah produk bikinan masyarakat Islam beberapa abad setelah Nabi Muhammad saw wafat, dan ia (hadis) bukan berasal dan tidak asli dari beliau. Hal ini menurutnya di samping lemahnya ingatan para perawi hadis , tidak diketemukannya bukti yang menunjukkan bahwa hadis telah dicatat sejak zaman Nabi adalah factor yang menyebabkan hal itu terjadi. Diantara yang turut mengamini pendapat Goldzhiher adalah Alfred Guillaume. Orientalis asal Inggris ini, dalam bukunya mengenai sejarah hadis- seperti yang dikutip oleh Syamsuddin Arif - mengatakan bahwa sangat sulit untuk mempercayai literature hadis secara keseluruhannya sebagai rekaman otentik dari semua perkataan dan perbuatan nabi Muhammad saw.
    Spekuiasi Goldzhiher dan murid-muridnya di atas, kemudian ditelan dan diolah lagi oleh seorang orientalis Yahudi asal Jerman, Joseph Schacht. Seperti para pendahulunya, dia mengklaim bahwa tidak ada hadis yang benar-benar asli dari nabi, dan kalaupun ada dan bias dibuktikan, maka jumlahnya sangat sedikit. Di samping itu, ia juga mengkalim bahwa hadis baru muncul pada abad kedua hijriah dan baru beredar luas setelah zaman Imam Syafii (w.204 H/820 M). Dalam masalah Isnad, Schact menyatakan bahwa ia (isnad) merupakan alat justifikasi dan otorisasi yang baru mulai diparktekkan pada abad kedua hijriah.
    B.Metodologis.
    Kajian orientalis terhadap hadis merupakan salah satu kajian yang termasuk dalam ranah keagamaan. Oleh sebab itu, untuk memahami hadis atau hal-hal yang terkait dengan aspek keagamaan, pada dasarnya, menurut Badarus Syamsi, terdapat lima pendekatan dalam memahami agama, yaitu: Pendekatan antropologis, pendekatan fenomenologis, pendekatan filosofis, pendekatan sosiologis, dan pendekatan teologis.
    Dalam memahami agama dengan menggunakan pendekatan teologis, Frank Whaling seperti yang dikutip oleh Syamsi, mengatakan setidaknya terdapat tujuh karakter dan kerangka kerja, yaitu ekslusifisme, diskontinuitas, sekularisasi dan spiritualisasi, penyempurnaan, universalisasi, dialog, dan relativisme.
    Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dalam mengkaji Islam para orientalis tidak selamanya bermaksud “menghina” ajaran Islam tetapi sebagian dari mereka – khususnya di masa-masa sekarang- secara tidak langsung “memuliakan” ajaran Islam. Hal ini diantaranya terlihat dari besarnya kontribusi mereka terhadap kemajuan peradaban Islam, khususnya dibidang ilmu pengetahuan.
    Berdasarkan hal ini, - menurut penulis - metode yang digunakan para orientalis dalam mengkaji hadis secara umum terbagi dalam dua kategori, yaitu metodologi yang bersifat subjektif dan metodologi yang bersifat objektif.
    Metodologi subjektif adalah metode-metode penelitian yang digunakan oleh para orientalis untuk mengkaji hadis yang kesimpulannya diarahkan untuk memenuhi keinginan mereka (subjek). Konsekuensi dari hal ini adalah seringkali terjadinya pengabaian fakta dan data-data historis dalam mengkaji suatu objek, dengan tujuan untuk membenarkan asumsi awal mereka telah ada sebelum penelitian tersebut dilakukan.Sedangkan metodologi objektif adalah metode-metode penelitian yang digunakan oleh para orientalis untuk mengkaji hadis yang kesimpulannya sesuai dengan fakta dan data yang ada yang tidak dipengaruhi oleh asumsi-asumsi subjektif sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang objektif.

    BalasHapus